Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 ayat 1)
Peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik, guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya.
Guru terdiri dari guru pegawai negeri sipil (PNS) dan guru bukan pegawai negeri sipil. Guru bukan PNS dapat melakukan penyetaraan angka kredit fungsional guru. Penetapan jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka kreditnya, bukan sebatas untuk memberikan tunjangan profesi bagi mereka, namun lebih jauh adalah untuk menetapkan kesetaraan jabatan, pangkat/golongan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sekaligus demi tertib administrasi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil. Seorang guru harus memiliki 4 Kompetensi Dasar yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1. Kompetensi Profesional
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
(expertise) para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa dilakukan
oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara
khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional menunjuk pada dua hal,
yaitu (1) orang yang menyandang profesi, (2) penampilan seseorang dalam
melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya (seperti misalnya dokter).
Makmum (1996: 82) menyatakan bahwa teacher performance diartikan kinerja
guru atau hasil kerja atau penampilan kerja. Secara konseptual dan umum
penampilan kerja guru itu mencakup aspek aspek; (1) kemampuan
profesional, (2) kemampuan sosial, dan (3) kemampuan personal.
Johnson (dalam Sanusi, 1991:36) menyatakan bahwa standar umum itu sering
dijabarkan sebagai berikut; (1) kemampuan profesional mencakup, (a)
penguasaan materi pelajaran, (b) penguasaan penghayatan atas landasan
dan wawasan kependidikan dan keguruan, dan (c) penguasaan proses-proses
pendidikan. (2) kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan
diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan
tugasnya sebagai guru. (3) kemampuan personal (pribadi) yang beraspek
afektif mencakup, (a) penampilan sikap positif terhadap keseluruhan
tugas sebagai guru, (b) pemahaman, penghayatan, dan penampilan
nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, dan (c) penampilan
untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan keteladanan bagi peserta
didik.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah mencakup
kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral;
kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab,
peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang
lain; kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis,
reflektif, mau belajar sepanjang hayat, dapat ambil keputusan dll.
(Depdiknas,2001). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri
seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan
terus mau belajar untuk maju. Yang pertama ditekankan adalah guru itu
bermoral dan beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat
penting karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang
bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri
tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk
dapat membantu anak didik beriman dan bermoral. Bila guru tidak percaya
akan Allah, maka proses membantu anak didik percaya akan lebih sulit.
Disini guru perlu menjadi teladan dalam beriman dan bertaqwa. Pernah
terjadi seorang guru beragama berbuat skandal sex dengan muridnya,
sehingga para murid yang lain tidak percaya kepadanya lagi. Para murid
tidak dapat mengerti bahwa seorang guru yang mengajarkan moral, justru
ia sendiri tidak bermoral. Syukurlah guru itu akhirnya dipecat dari
sekolah.
Yang kedua, guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi.
Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap bertanggungjawab.
Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan
tanggungjawab yang besar. Pendidikan yang menyangkut perkembangan anak
didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi perlu direncanakan, perlu
dikembangkan dan perlu dilakukan dengan tanggungjawab. Meskipun tugas
guru lebih sebagai fasilitator, tetapi tetap bertanggung jawab penuh
terhadap perkembangan siswa. Dari pengalaman lapangan pendidikan anak
menjadi rusak karena beberapa guru tidak bertanggungjawab. Misalnya,
terjadi pelecehan seksual guru terhadap anak didik, guru meninggalkan
kelas seenaknya, guru tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik, guru
tidak berani mengarahkan anak didik, dll.
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain sangat penting bagi
seorang guru karena tugasnya memang selalu berkaitan dengan orang lain
seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua murid, kepala sekolah
dll. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan karena dalam
pengalaman, sering terjadi guru yang sungguh pandai, tetapi karena
kemampuan komunikasi dengan siswa tidak baik, ia sulit membantu anak
didik maju. Komunikasi yang baik akan membantu proses pembelajaran dan
pendidikan terutama pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah.
Kedisiplinan juga menjadi unsur penting bagi seorang guru. Kedisiplinan
ini memang menjadi kelemahan bangsa Indonesia, yang perlu diberantas
sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu guru sendiri harus hidup dalam
kedisiplinan sehingga anak didik dapat meneladannya. Di lapangan sering
terlihat beberapa guru tidak disiplin mengatur waktu, seenaknya bolos;
tidak disiplin dalam mengoreksi pekerjaan siswa sehingga siswa tidak
mendapat masukan dari pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan guru tersebut
membuat siswa ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan
perkerjaan rumah. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, meski guru
sangat disiplin, ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang
baik dengan siswa. Pendidikan dan perkembangan pengetahuan di Indonesia
kurang cepat salah satunya karena disiplin yang kurang tinggi termasuk
disiplin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan dalam belajar.
Yang ketiga adalah sikap mau mengembangkan pengetahuan. Guru bila tidak
ingin ketinggalan jaman dan juga dapat membantu anak didik terus terbuka
terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak mau harus mengembangkan sikap
ingin terus maju dengan terus belajar. Di jaman kemajuan ilmu
pengetahuan sangat cepat seperti sekarang ini, guru dituntut untuk terus
belajar agar pengetahuannya tetap segar. Guru tidak boleh berhenti
belajar karena merasa sudah lulus sarjana.
3. Kompetensi Paedagogik
Selanjutnya kemampuan paedagogik menurut Suparno (2002:52) disebut juga
kemampuan dalam pembelajaran atau pendidikan yang memuat pemahaman akan
sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep
pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa
metodologi mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkambangan siswa,
serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya
semakin meningkatkan kemampuan siswa.
Pertama, sangat jelas bahwa guru perlu mengenal anak didik yang mau
dibantunya. Guru diharapkan memahami sifat-sifat, karakter, tingkat
pemikiran, perkembangan fisik dan psikis anak didik. Dengan mengerti
hal-hal itu guru akan mudah mengerti kesulitan dan kemudahan anak didik
dalam belajar dan mengembangkan diri. Dengan demikian guru akan lebih
mudah membantu siswa berkembang. Untuk itu diperlukan pendekatan yang
baik, tahu ilmu psikologi anak dan perkembangan anak dan tahu bagaimana
perkembangan pengetahuan anak. Biasanya selama kuliah di FKIP guru
mendalami teori-teori psikologi tersebut. Namun yang sangat penting
adalah memahami anak secara tepat di sekolah yang nyata.
Kedua, guru perlu juga menguasai beberapa teori tentang pendidikan
terlebih pendidikan di jaman modern ini. Oleh karena sistem pendidikan
di Indonesia lebih dikembangkan kearah pendidikan yang demokratis, maka
teori dan filsafat pendidikan yang lebih bersifat demokratis perlu
didalami dan dikuasai. Dengan mengerti bermacammacam teori pendidikan,
diharapkan guru dapat memilih mana yang paling baik untuk membantu
perkembangan anak didik. Oleh karena guru kelaslah yang sungguh mengerti
situasi kongrit siswa mereka, diharapkan guru dapat meramu teori-teori
itu sehingga cocok dengan situasi anak didik yang diasuhnya. Untuk itu
guru diharapkan memiliki kreatifititas untuk selalu menyesuaikan teori
yang digunakan dengan situasi belajar siswa secara nyata.
Ketiga, guru juga diharapkan memahami bermacam-macam model pembelajaran.
Dengan semakin mengerti banyak model pembelajaran, maka dia akan lebih
mudah mengajar pada anak sesuai dengan situasi anak didiknya. Dan yang
tidak kalah penting dalam pembelajaran adalah guru dapat membuat
evaluasi yang tepat sehingga dapat sungguh memantau dan mengerti apakah
siswa sungguh berkembang seperti yang direncanakan sebelumnya. Apakah
proses pendidikan sudah dilaksanakan dengan baik dan membantu anak
berkembang secara efisien dan efektif.
Kompetensi profesional meliputi: (1) menguasai landasan pendidikan, (2)
menguasai bahan pembelajaran, (3) menyusun program pembelajaran, (4)
melaksanakan program pembelajaran, dan (5) menilai proses serta hasil
pembelajaran.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial meliputi: (1) memiliki empati pada orang lain, (2)
memiliki toleransi pada orang lain, (3) memiliki sikap dan kepribadian
yang positif serta melekat pada setiap kopetensi yang lain, dan (4)
mampu bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Gadner (1983) dalam Sumardi (Kompas, 18 Maret 2006) kompetensi
sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial.
Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika,
bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil
diidentifikasi oleh Gardner. Semua kecerdasan itu dimiliki oleh
seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan
yang lain biasa atau bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan
itu bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau
mengerjakan sesuatu (Amstrong, 1994).
berhubungan dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu ialah bahwa
walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan sosial, kita
tidak boleh melepaskannya dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal
ini sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai
masalah sosial kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan
melalui pendekatan holistik, pendekatan komperehensif, atau pendekatan
multidisiplin.
Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah
kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan
emosi atau emotial intellegence (Goleman, 1995). Kecerdasan sosial juga
berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan (Kiyosaki, 1998). Banyak
orang yang terkerdilkan kecerdasan sosialnya karena impitan kesulitan
ekonomi.
Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan
kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di
masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau
kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati,
dan pengendalian diri yang menonjol.
Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan bahwa
kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul,
bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Inilah kompetensi sosial
yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang diamanatkan oleh UU Guru
dan Dosen, yang pada gilirannya harus dapat ditularkan kepada anak-anak
didiknya.
Untuk mengembangkan kompetensi sosial seseorang pendidik, kita perlu
tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa dimensi ini,
misalnya, dapat kita saring dari konsep life skills (www.lifeskills4kids.com).
Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang dapat
dimasukkan kedalam dimensi kompetensi sosial, yaitu: (1) kerja tim, (2)
melihat peluang, (3) peran dalam kegiatan kelompok, (4) tanggung jawab
sebagai warga, (5) kepemimpinan, (6) relawan sosial, (7) kedewasaan
dalam bekreasi, (8) berbagi, (9) berempati, (10) kepedulian kepada
sesama, (11) toleransi, (12) solusi konflik, (13) menerima perbedaan,
(14) kerja sama, dan (15) komunikasi.
Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan topik silabus dalam
pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik dan
calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan menjadi materi ajar
yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan relevan atau
kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita. Dari uraian tentang
profesi dan kompetensi guru, menjadi jelas bahwa pekerjaan/jabatan guru
adalah sebagai profesi yang layak mendapatkan penghargaan, baik
finansial maupun non finansial.